Bismllaahir rohmanir rohiim.
Assalamu’alaykum warohmatullaahi wa barokaatu.
Ikhwaanii wa akhwaatii rahiimakumullaah…
Diantara sifat yang dimilliki orang-orang yang beriman adalah beriman kepada yang ghoib, sebagaimana yang Allah SWT firmankan dalam Al-Qur'an:
الم . ذَلِكَ الْكِتَابُ لا رَيْبَ فِيهِ هُدىً لِلْمُتَّقِين . الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيمُونَ الصَّلاةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُون
Alif laam miim. Inilah kitab (Al-Quran) yang tidak ada keraguan didalamnya. Merupakan petunjuk bagi orang-orang yang sholat serta menginfakkan sebagian yang Kami rejekikan kepada mereka (al Baqoroh:1-3)
Bahwa Rasulullah telah menjelaskan bahwa beriman kepada yang ghoib merupakan jenis keimanan yang paling utama sebagaimana diriwayatkan Ibnu Mas'ud ra.:
ما امن أحد قط إيمانا أفضل من إيمان ب غيب
Tidak ada keimanan seorang mukmin yang semisal dengan keimanan kepada yang ghoib. (riwayat Tirmidzi, hasan shohih)
Abu Bakar digelari As-Shiddiq (yang membenarkan), karena beliau selalu membenarkan setiap berita ghoib yang disampaikan oleh Nabi SAW kepadanya.
Oleh karena itu sudah menajdi kewajiban kaum muslimin untuk beriman, membenarkan, serta taslim (berserah) secara mutlak terhadap semua yang dikabarkan Rasulullah SAW tentang masalah-masalah ghoib atau lainya, baik diterangkan hikmahnya kepada kita maupun tidak. Dan hendaklah setiap muslim berhati-hati agar tidak menjadikan akalnya sebagai hakim/pemutus terhadap firman Allah dan sanda Rasul-Nya.
Diantara masalah-masalah ghoib yang banyak disalah pahami oleh sebagian manusia, adalah masalah jin dan setan serta pengaruh keduanya. Dalam hal ini mereka terbagi menjadi tiga kelompok.1
Pertama, kelompok yang melemparkan semua kejahatan dan kejelekan yang menimpa mereka kepada jin dan setan. Dari sini lahirlah raasa takut, sehingga melahirkan sikap yang dapat menjerumuskan mereka pada perbuatan-perbuatan syirik atau mengakibatkan mereka terhalang dari perbuatan-perbuatan yang disyari'atkan. Semua ini terjadimkarena kebodohan dan sedikitnya ilmu mereka serta lemahnya iman dan sikap tawakal mereka.
Kedua, kelompok yang menolak pengaruh setan dan jin baik secar keseluruhan maupun sebagian, sejalan dengan keyakinan rusak mereka didalam menolak semua yang tidak terasa dan tidak tertangkap oleh panca indra.
Ketiga, kelompok pertengahan. Mereka adalah Ahlus Sunnah wal Jama'ah, yang menetapkan apa yang ditetapkan oleh syari'at sekalipun tidak terjangkau oleh akal mereka dan tidak terasa oleh indra mereka, dan meyakini semua itu sebagai bagian dari keimanan kepada yang ghoib. Maka Ahlus Sunnah wal Jama'ah beriman akan adanya jin dan setan, namun keduanya tidak bisa berbuat apapun kepada manusia kecuali dengan kehendak Allah dan kekuasan-Nya. Allah berfirman:
قُلْ لَنْ يُصِيبَنَا إِلَّا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَنَا هُوَ مَوْلانَا وَعَلَى اللَّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُونَ
Katakanlah: "Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah untuk kami. Dialah Pelindung kami, dan hanya kepada Allah orang-orang yang beriman harus bertawakal." (at Taubah: 51)
Masalah jin serta peristiwa-peristiwa yang tidak bisa diingkari oleh akal manuusia ini terdapat dalam Al Qur'an da As Sunnah. Allah berfirman:
قُلْ أُوحِيَ إِلَيَّ أَنَّهُ اسْتَمَعَ نَفَرٌ مِنَ الْجِنِّ فَقَالُوا إِنَّا سَمِعْنَا قُرْآناً عَجَباً (الجـن:1)
Katakanlah (hai Muhammad): "Telah diwahyukan kepadamu bahwasanya: telah mendengarkan sekumpulan jin (akan Al Quran), lalu mereka berkata: Sesungguhnya kami telah mendengarkan Al Quran yang menakjubkan, (al Jin:1)
من الجنة والناس
…..Dari kalangan jin dan manunsia. (an Nas:4)
Dan banyak lagi ayat yang lain.
Wajib Beriman Dengan Adanya Jin
Keberadaan jin telah diretangkan dalam Al Qur'an, sunnah Rasullullah dan Ijma' kaum muslimin. Tidak ada orang yang mengingkari eksistensinya kecuali mereka yang sedikit ilmunya serta lemah imannya. Karena hal ini termasuk masalah yang dikabarkan secara mutawatir dari para Nabi dan Rosul.
Berkata Syikhul Islam Ibnu Taimiyah: "Tidak seorangpun kaum muslimin yang memungkiri terhadap eksistensi jin serta dalam hal diutusnya Muhammad oleh Allah kepada mereka (jin). Bahkan orang-orang kafirpun meyakini akan adanya jin. Adapun Ahlul Kitab, dari kalangan Yahudi dan Nasrani, mereka pun meyakini adanya jin seperti keyakinan kaum muslimin. Kalaupun ada dikalangan mereka yang emngingkari adanya jin, maka hal itu sebagaimana yang terjadi dikalangan kaum muslimin seperti al Jahmiyah dan Mu'tazilah yang mengingkari hal itu. Akan tetapu jumhur (mayoritas) tokoh-tokoh mereka (Yahudi dan Nashara) meyakininya. Hal ini disebabkan karena keberadaan jin telah dikabarkan secara mutawatir oleh para Nabi dab Rasul.2
AS-Syibli ketika menerangkan tentang adanya jin berkata:"Imam Al Haramain didalam kitabnya As Syamil berkata: Ketahuilah bahwa kebanyakan Ahli Filsafat dan mayoritas Qodariyah serta seluruh kaum zindiq mengingkari adanya setan dan jin. Sebenarnya tidak terlalu aneh kalau yang mengingkari hal itu adalah oang-orang yang tidak mengkaji syari'at dan tidak meyakininya. Anehnya justrru orang-orang Qodariyah yang telah mengetahuui Al Qur'an dan As Sunnah malah menyimpangkan sejumlah nash tentang hal tiu dan mengingkarinya."3
Berkata Abu Al qosim Al Anshori di dalam syarah Al Irsyad:"Mayoritas Mu'tajilah telah mengingkari mereka (jin). Pengingkaran mereka tentang hal ini menunjukkan sedikitnya pengkajian mereka serta lemahnya keyakinan mereka. Padahal keberadaan mereka (jin) bukan suatu yang mustahil menurut akal. Sebab hal ini telah diterangkan oleh nash-nash kitab Allah dan sunnah Rasul dan akal sehat yang berpegang teguh pada tali Allah.
Telah berkata Al Baqilani, bahwa pada jaman dahulu kebanyakan orang Qodariyah meyakini keberadaan mereka (jin) akan tetapi sekarang mereka mengingkarinya…."4
Dengan demikian jelaslah bahaw orang-orang yang mengingkari adanya jin dan setan termasuk kalangan Ahlul Bid'ah serta telah meyimpang dari I'tikad Ahlus Sunnah wal Jama'ah.
Pengertian JIN
Jin berasal dari kata Janna ( جن ) yang artinya menutupi sebagai mana terdapat pada beberapa ayat Al Qur'an. Dalam surat At Tanzil dikatakan yang artinya telah menutupi.
Dari sinilah kata jin terbentuk, dikarenakan tertutup dan tersembunyinya mereka dari pandangan manusia. Oleh karena itu bayi yang dikandung didalam perut ibu dinamakan janin, karena tertutup dari pandangan manusia.5
As Syibli mengatakan, bahwa Ibnu Duraid berkata:"Bahwa jin berbeda dengan manusia. Bila dikatakan Jannahu al lailu, wal ajannahu, wa janna 'alaihi, wa ghathahu maknanya satu yaitu menutupi. Segala suatu yang tertutup dari pandangan anda dikatakan janna 'anka. Dan dari sini terbentuklah kata jin. Orang-orang jahiliyah jaman dalu meyebut para malaikat sebagai jin karena tertutupnya mereka dari pandangan mata.
Pengertian SETAN
Setan berasal dari kata syathana (شطن ) yang artinya jauh dari kebenaran atau dari rahmat Allah. Huruf nun (ن) adalah huruf asli dan wazannya adalah fa'aala (فعال). Maka setiap yang sombong dan durhaka baik dari kalangan jin, manusia ataupun binatang dapat disebut setan.6
Oleh karena itu Allah berfirman:
وكذ لك جعلنا نبي عدوا شيا طين الإ نس و الجن
Dan demikianlah kami jadikan bagi setiap Nabi musuh berupa setan dari kalangan manusia dan jin ….. (al An'am 112)
Didalam musnad Imam Ahmad dari Abu Dzar ra., dia berkata bahwa Rasulullah SAW telah bersabda:
يا أبا ذار تعوذ با الله من الشسا طين الإنس و الجن
Wahai Abu Dzar, berlindunglah kepada Allah dari setan manusia dan jin.
Juga diriwayatkan dari Abu Dzar, dia berkata bahwa Rasulullah SAW telah bersabda:
.............فقل الكاب الأسود شيطن
Shalat terputus oleh wanita, himar/keledai, dan anjing hitam. Lalu aku (Abu Dzar) berkata: Wahai Rasulullah, apabedanya anjing hitam dengan anjing merah atau kuning? Maka Rasulullah menjawab: Anjing hitam adalah setan.
Ada pendapat lain yang mengatakan bahwa setan berasal dari kata syaatha (شاط). Huruf ya disana asli sedangkan huruf nun hanya tambahan. Sedang syaatha artinya membakar. Dalam hal ini Ibnu Katsir menyatakan bahwa yang benar adalah pendapat pertama. Yaitu berasal dari kata sya-tha-na yang berarti jauh. Hal ini ditunjukkan beberapa syair Arab.
Pengertian IBLIS
Iblis berasal dari kata ablasa yang artinya putus asa dari rahmat Allah. Seperti yang terdapat dalam surat at Tanzil. فَإِذَا هُمْ مُبْلِسُونَ (maka tiba-tiba mereka putus asa).
Para ulama berbeda pendapat tentang asal mula iblis. Mereka terbagi menjadi dua madzhab:
Madzhab pertama menyatakan bahwa iblis berasal dari kalangan jin. Mereka berdalih dengan firman Allah surat Al Kahfi ayat 50.
Madzhab kedua berpendapat sebaliknya. Mereka menyatakan bahwa iblis dari golongan malaikat . ketika dia kafir maka dia pun terusir dari rahmat Allah dan dijauhkan, berdalih dengan firman Allah suratt Al Baqarah ayat 34.
Tetapi Ibnu Katsir lebih cenderung pada pendapat bahaw iblis bukan termasuk golongan malaikat, tetapi dari golongan jin (lihat tafsit Ibnu Katsir surat al Baqarah ayat 34)
Al Hasan Al Bashri mengatakan, bahwa iblis sama sekali bukan dari golongan malaikat. Iblis adalah cikal bakal jin, seperti halnya Adam adalah cikal bakal manusia. Pendapat yang sama dikemukakan oleh Abdurahman Bin Sa'id bin Aslam (tafsir Ibnu Katsir I/114)
Wallahu 'alam.
Tujuan Utama Setan
Sesudah setan merasa tetap berada di muka bumi sampai hari pembalasan, ketika dikatakan kepadanya:
إِلَى يَوْمِ الْوَقْتِ الْمَعْلُومِ قَالَ فَإِنَّكَ مِنَ الْمُنْظَرِينَ
Allah berfirman: "(Kalau begitu) maka sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang diberi tangguh, sampai hari (suatu) waktu yang telah ditentukan. (al hijr 37-38)
Maka langsung saja ia menyatakan terus terang tujuannya yang utama. Iblis berkata:
رب بما أعويتني لأزينن لهم في الأض زلأغوينهم أجمعين إلا عباد ك منهم المحلصين
Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan ma'siat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hamba Engkau yang mukhlis di antara mereka. (al Hijr 39-40)
Jin Pendamping Manusia (Qarin)
Banyak kejadian yang dikisahkan oleh manusia tentang hantu atau roh orang yang sudah meninggal. Kita bisa melihat di acara-acara televisi dewasa ini yang mengemasnya dengan sajian yang menarik. Seseorang bercerita bahwa suatu ketika ditemui oleh si Fulan. Ternyata diketahui bahwa si Fulan tersebut baru saja meninggal dunia. Kisah-kisah sejenis ini sangatlah banyak ragam kejadiaannya.
Maka, kebanyakan manusia mengira bahwa roh orang yang sudah meninggal itu bergentayangan. Bahkan, peristiwa-peristiwa yang bersangkutan dengan kejadian orang yang baru meninggal tersebut sampai membuat segolongan aliran berkeyakinan bahwa orang yang sudah meninggal itu akan menitis kembali. Mereka menyebutkan bukti-bukti kejadian yang berkaitan dengan peristiwa kematian, dan juga hasil dari cerita-cerita seperti tersebut di atas.
Anggapan atau persepsi yang merupakan keyakian bagi kebanyakan orang-orang itu tidak lepas dari pengetahuan dan informasi yang diterimanya. Mereka berkeyakinan demikian karena apa yang mereka temui dan apa yang mereka dapatkan, semuanya, mengarah kepada kesimpulan tersebut. Bahkan, sebagian orang juga ada yang mempercayai dan melaksanakan perintah yang disampaikan oleh hantu (menurut mereka: roh gentayangan).
Sebutlah sebagai contoh seperti berikut. Seseorang didatangi orang yang diketahui telah meningal dunia sejak puluhan tahun, yaitu kakeknya sendiri, dan memberi sebuah pesan. Pesannya, "Aku menghendaki anak cucuku datang ke pemakamanku. Jika kau datang dan sebarang beberapa hari kau di sana, niscaya kuberikan sesuatu yang berharga untukmu." Maka, orang itu mengira bahwa ia telah mendapatkan ilham dari kakeknya (orang bodoh menyebutnya: wahyu). Maka mereka datang ke pemakanan kakeknya, kemudian bertapa di sana. Maka, keadaan orang seperti ini adalah telah syirik kepada Allah.
Kemudian, ada contoh lagi seperti berikut. Seseorang yang mengira telah mendapatkan ilham tadi kemudian menyepi atau semadi di pemakaman (kuburan). Beberapa malam kemudian didatangi kakeknya yang kemudian memberi petuah kepadanya dengan mengatakan, "Wahai cucuku! Ini kuberikan pusaka sebagai pegangan untukmu. Jika terjadi sesuatu, mintalah bantuan kepadanya, niscaya akan datang bala bantuan kepadamu dari pusaka itu. Dan, jangan lupa, peganglah kebenaran." Maka, seseorang akan dengan yakin dan gembira membawa pusaka yang telah didapatnya dan akan selalu dipegangnya. Ia tambah yakin dengana adanya sang kakek yang berpesan untuk selalu berpegang kepada kebenaran. Keadaan orang semacam ini juga tertipu. Dan, ia telah berbuat syirik.
Kemudian, ada contoh lagi seperti berikut. Seorang dukun didatangi pasien yang baru beberapa bulan yang lalu ditinggal mati oleh anaknya. Ia datang untuk meminta petunjuknya. Pasien yang datang itu mengungkapkan keluhannya, "Mbah (Kakek!), keluarga saya akhir-akhir ini selalu ditimpa. Apakah ada yang berusaha menghancurkan saya Mbah? Karena, saya membuka usaha persis di samping orang kaya sebelum anakku meninggal dunia. Kalau ada, tolonglah Mbah!" Jawab mbah dikuk,"Silakan kamu pulang dulu anakku, nanti aku akan teropong siapa gerangan pelakunya.
Kemudian, datanglah seorang anak kecil kepada dukun itu dalam mimpinya. Anak itu mengaku telah meninggal dunia beberapa bulan yang lalu, dan memberitahukan bahwa pelaku yang berusaha menghancurkan hidup keluarga ayahku adalah orang kaya di sampingnya. Sang dukun dengan yakin kemudian memberitahukan kepada pasiennya. Sang dukun bertanya kepada pasiennya, "Apakah kamu telah ditinggal mati oleh anakmu?" Sahut pasien, "Ya, benar Mbah, kok Mbah tahu? Sungguh Mbah ini orang yang mengetahui (orang pinter)." Sang dukun menjawab, "Setelah aku analisis, memang pelakunya adalah tetanggamu yang kaya itu. Ia tidak rela jika daganganmu menyainginya. Oleh karena itu, ia berusaha ingin menghancurkanmu." Demikian penjelasan sang dukun kepada pasiennya.
Tentu Anda tahu apa yang akan terjadi dengan cerita selanjutnya. Yang terjadi selanjutnya tidak lain adalah peperangan antara dua orang tetangga. Ini adalah salah satu akibat campur tangan jin yang jahat untuk memecah-belah manusia. Orang yang mempercayai dukun dan sang dukun itu sendiri telah berbuat syirik dalam hal ini. Mereka termasuk orang-orang yang tertipu.
Lalu, bagaimana hal itu bisa dikatakan orang-orang yang tertipu? Yah, mereka tertipu karena tidak mengenal ajaran Islam, tidak mau mengenal tentang sifat-sifat setan, tidak mau mengenal jenis-jenis perbuatan setan. Bahwa semua kejadian yang kami contohkan tersebut di atas tidak lain adalah bentuk-bentuk kejahatan setan kepada manusia untuk menjerusmuskan manusia ke dalam lembah kesesatan. Ketiga contoh tersebut di atas tidak lain adalah bentuk-bentuk penyesatan yang dilakukan oleh makhluk yang mengaku telah meningal dunia, dan orang yang didatanginya mempercayainya karena di antaranya mereka melihat bentuknya yang sama dengan orang yang telah meninggal dunia. Bentuk penyesatan itu dilakukan oleh sekelompok jenis jin pendamping (qarin).
Dalil tentang Adanya Jin Pendamping
Ibn Mas'ud menceritakan, Rasulullah SAW. bersabda yang artinya, "Tidaklah salah seorang dari kalian melainkan ada pendampingnya dari golongan jin." Mereka bertanya, "Juga padamu, ya Rasulullah?" "Ya, juga bagiku, hanya saja aku telah mendapat perlindungan dari Allah sehingga aku selamat. Ia tidak memerintahkan aku kecuali kebaikan." (HR Muslim).
Ath-Thabarani mengisahkan riwayat dari Syuraik bin Thariq. Ia berkata, Rasulullah saw. bersabda, "Tidak ada seseorang di antara kalian melainkan ada baginya seorang setan." Mereka bertanya, "Juga bagimu, ya Rasulullah?" "Ya, juga bagiku, tetapi Allah melindungiku sehingga aku selamat ."(HR. Ibnu Hibban).
Ibn Mas'ud meriwayatkan, Rasulullah saw. bersabda, Setiap anak Adam mempunyai kelompok, dan bagi malaikat ada kelompok dengan anak Adam. Kelompok setan mengajak kepada kejahatan dan mendustakan yang hak, adapun kelompok malaikat mengajak kepada kebaikan dan membenarkan yang hak. Barang siapa yang mendapatkan yang demikian itu, maka ketahuilah bahwa itu dari Allah dan pujilah Allah, dan barang siapa yang mendapatkan selain itu, maka mintalah perlindungan kepada Allah dari setan yang terkutuk, kemudian ia membaca asy-syaithanu ya'idukumul-faqra wa ya'murukum bil-fahsya'." HR Tirmizi).
Sa'id al-Jariri mengomentari ayat yang berbunyi, "Barang siapa yang berpaling dari pengajaran Tuhan Yang Maha Pemurah (Alquran), kami adakan baginya setan." (Az-Zukhruf: 36). Ia berkomentar, "Telah sampai berita kepada kami bahwa orang kafir apabila dibangkitkan pada hari kiamat, setan akan mendorong dengan tangannya, hingga ia tidak bisa melawannya, sampai Allah menempatkannya di api neraka, dan ketika itu ia berkata, 'Aduhai, semoga (jarak) antaraku dan kamu seperti jarak antara timur dan barat.' (Az-Zukhruf: 38). Sementara, orang mukmin akan diwakilkan padanya malaikat sampai ia diadili di antara manusia dan menempatkannya dalam surga.
Demikianlah, orang yang berpaling dari petunjuk yang lurus, yaitu Alquran dan sunah, maka baginya akan diadakan oleh Allah setan, yang akan menyesatkannya. Contoh cerita-cerita yang disebutkan di atas adalah salah satu bentuk contoh mereka yang terkelabui oleh setan, karena mereka tidak menempuh jalan yang lurus, tetapi mengambil jalan orang-orang yang sesat, di antaranya mereka percaya dengan dukun, di antaranya mereka percaya dengan ilham-ilham picisan yang sebenarnya bukan ilham, tetapi tipu daya setan untuk menyesatkan manusia.
Pernikahan di antara Jin
Persoalan tentang perkawinan di antara jin telah dinyatakan dalam Alquran yang artinya, "Patutkah kamu mengambil dia dan turunan-turunannya sebagai pemimpin selain Aku, sedang mereka adalah musuhmu? " (Al-Kahfi: 50).
Allah SWT berfirman, "Tidak pernah disentuh oleh manusia sebelum mereka (penghuni-penghuni surga yang menjadi suami mereka) dan tidak pula oleh jin." (Ar-Rahman: 56). Ini menerangkan bahwa jin melakukan persentuhan (persetubuhan) di antara mereka.
Ibn Abi Hatim dan Abu asy-Syekh dalam Al-'Azhamah meriwayatkan dari Qatadah tentang ayat afattakhidzunahu wadzurriyatahu bahwa mereka dan anak-anaknya melahirkan keturunan, sebagaimana layaknya manusia, bahkan kaum jin jumlahnya lebih banyak daripada anak Adam.
Ibn Abdil Barr, Ibn Jarir, Ibn al-Mundzir, Ibn Abi Hatim, dan Al-Hakim meriwayatkan dari Abdullah bin 'Umar, ia berkata, "Allah membagi manusia dan jin menjadi sepuluh bagian, sembilan di antaranya adalah jin dan satu bagian lagi manusia. Setiap manusia melahirkan satu, maka jin melahirkan sembilan."
Al-Baihaqi meriwayatkan dalam kitab Syu'ab al-Iman dari Tsabit, ia mengatakan, "Telah sampai berita kepada kami bahwa iblis berkata, 'Wahai Tuhan, Engkau telah menciptakan Adam, dan Engkau jadikan di antara aku dan Adam pemusuhan, karena itu berikanlah kekuasaan kepadaku atasnya.' Allah berfirman, 'Dada-dada mereka adalah tempat tinggalmu.' Lalu setan berkata lagi, 'Wahai Tuhanku, tambahkan lagi!' Kemudian, Allah berfirman, 'Bani Adam tidak melahirkan satu anak, melainkan kamu melahirkan sepuluh anak.' Setan berkata lagi, 'Tambahkan lagi, ya Tuhan!' Maka Allah berfirman, 'Dan kerahkanlah terhadap mereka pasukan berkuda dan pasukanmu yang berjalan kaki dan berserikatlah dengan mereka pada harta dan anak-anak'."
Pernikahan Jin Laki-Laki dengan Perempuan dan Pernikahan Manusia dengan Jin Perempuan
Setelah kita mengetahui seluk-beluk kehidupan bangsa jin, kita kemudian bertanya, mungkinkan antara jin dan manusia bisa menjalin hubungan seksual?
Ada yang mengatakan bahwa hal itu tidaklah mungkin. Mereka menjelaskan bahwa antara kehidupan manusia dengan jin itu bebeda. Tetapi, ada juga yang mengatakan bahwa hal itu mungkin saja bisa terjadi. Karena, ketika keduanya bisa bertemu dan saling mempelihatkan diri, maka tidaklah ada yang menghalangi kemungkinan bisa atau tidaknya hubungan keduanya.
Imam Ats-Tsa'labi mengatakan, para ulama beranggapan bahwa pernikahan dan perkawinan antara jin dan manusia mungkin saja terjadi. Allah SWT telah berfirman yang artinya, "Dan, berserikatlah dengan mereka pada harta dan anak-anak." (Al-Isra': 64).
Al-Hakim, At-Tirmizi, dan Ibnu Jarir meriwayatkan dari Mujahid, ia berkata, "Apabila seseorang menyetubuhi istrinya dengan tidak menyebut nama Allah, jin akan menyelinap dalam saluran kencingnya dan ikut serta dalam bersetubuh." Hal itu dilandasi dengan dengan firman Allah, "Tidak pernah disembah oleh manusia sebelum manusia (penghuni-penghuni surga yang menjadi suami mereka) dan tidak pula oleh jin." (Ar-Rahman: 56).
Dalam kitab Tahrim al-Fawahisy, Ath Thurthusyi menceritakan dalam bab Min Ayyi Syai'in Yakunu al-Mukhannats, katanya, Ibn Abbas berkata, "Al-mukhannats (laki-laki yang seperti perempuan/banci) adalah anak-anak jin." Lalu ia ditanya kembali, "Bagaimana itu bisa tejadi?" Ibn Abbas menjawab, "Allah dan Rasul-Nya telah melaang seseorang menyetubuhi istrinya pada waktu haid. Jika ia menyetubuhi istrinya pada kondisi demikian, setan mendahuluinya, dan setelah istrinya hamil, ia akan melahirkan mukhannats."
Al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Ibn Abbas, ia mengatakan, Nabi saw. besabda, "Kalau seseorang di antaramu ingin besetubuh dengan istrinya, ucapkanlah, 'Dengan nama Allah, ya Tuhanku, jauhkan diri kami dari setan, dan jauhkan ia dari rezeki 9anak) yang Engkau beikan kepada kami.' Karena, jika Allah menakdirkan mereka mendapatkan anak dari persetubuhan itu, setan tidak akan dapat membahayakannya (anak itu) selamanya."
Abu al-Ma'ali dalam kitab Fi Syarh al-Hidayah menyebtukan bahwa seorang wanita berkata, "Saya bersama jin telah melakukan persetubuhan, sebagaimana seorang laki-laki menyetubuhi perempuan." Wanita itu tidak wajib mandi. Pendapat itu juga dikatakan oleh para ulama mazhab Hanafi, karena tidak ada sebab jimak, yaitu memasukkan kemaluan dan bermimpi.
Adapun Asy-Syibli mengatakan ada pertimbangan tentang hal itu. Seharusnya wanita itu wajib mandi. Karena, kalau tidak keluar mani, tidak mungkin ia mengetahui jin laki-laki itu telah menyetubuhinya seperti manusia biasa.
Satu pendapat mengatakan bahwa salah satu orang tua Ratu Balqis adalah jin. Ibn al-'Ala mengatakan, "Ayahnya menikah dengan seorang perempuan bangsa jin yang dikenal bernama Raihanah binti As-Sakan hingga ia melahirkan Balqis. Ada yang mengatakan bahwa tumitnya seperti telapak kaki penggembala kambing, pada betis kakinya tumbuh bulu, kemudian Nabi Sulaiman menikahinya."
Abu asy-Syekh dalam kitab Al-'Azhamah, Ibn Mardawaih dan Ibn 'Asakir meriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Salah satu orang tua Ratu Balqis adalah jin."
Ibn Abi Syaibah dan Ibn al-Mundzir meriwayatkan dari Mujahid, ia mengatakan, "Pemilik negeri Saba', ibunya adalah jin."
Al-Hakim dan Ibn Mardawaih meriwayatkan dari Utsman bin Hafir, ia mengatakan, "Ibunya Balqis adalah seorang perempuan, yang kata orang namanya Bulqiyah binti Syaithan."
Al-Hakim at-Turmudzi dalam Nawadir al-Ushul meriwayatkan dari Aisyah bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Sesungguhnya di antara kalian terdapat al-mughrabin." Beliau ditanya, "Ya Rasulullah, apa yang dimaksud dengan al-mughrabin?" Beliau menjawab, "Yaitu, orang-orang yang pada dirinya jin bergabung." Dalam kitab An-Nihayah, Ibn al-Atsir mengatakan, "Mereka dinamai al-mughrabin karena dimasuki keturunan yang aneh, atau karena mereka datang dari keturunan yang amat jauh.
Perkawinan jin ini juga diceritakan di dalam kitab Nuzhah al-Mudzakarah melalui jalur Az-Zuhri, dari Ubaidillah bin Abdullah bin Utaibah bin Mas'ud, dari Abu Sa'id al-Khudri, ia mengatakan, "Aku dan Ali bin Abi Thalib mengikuti Perang Haruriyah di negeri Nahrawan. Ketika itu Ali mencari seorang budak yang hilang, lalu mereka memberitahukan bahwa ia telah pergi dan lari. Ali pun memerintahkan mereka untuk mencarinya, setelah itu mereka mendapatkannya. Kemudian, Ali bertanya, "Siapa yang mengenal dia?" Seseorang di antara mereka menjawab, "Kami kenal dia, ibunya di sini." Lalu Ali membawanya dan menghampiri ibunya. Kemudian bertanya, "Siapa ayah anak ini?" Ibu itu menjawab, "Saya tidak tahu, ketika saya sedang menggembala kambing majikanku pada zaman jahiliah di kota Madinah tiba-tiba sesuatu yang hitam kelam menyelimutiku, dan aku pun hamil dari itu hingga melahirkan anak ini." Wallahu a'lam.
Sumber : Diadaptasi dari Hijab antara Jin & Manusia terjemahan dari Luqath al-Marjan fi al-Ahkam al-Jan, Imam Jalaluddin as-Suyuthi
1 Lihat Al-Jin wa As Syayatin wa al Sihr wa al 'Ain wa al Ruqo karya al Amin al Haj Muhammad Ahmad
2 Lihat Majmu' Al Fatawa juz 19/10
3 Lihat Ahkam AL Marjan fii Ahkam AlJaan
4 Ibid hal 3 dan 4
5 Lisan al Arob juz 13/92
6 Ahkam al Marjan fii Ahkam al Jaan, hal 6
Barakallaahu fiikum
Wassalamu’alaykum wr.wb.
No comments:
Post a Comment