Setiap orang pasti punya salah dan dosa. Tidak ada orang yang steril dari keduanya di dunia ini. Kecuali hanya para nabi yang memang terjaga dari semua bentuk dosa dan maksiat.
Adapun kita ini, anak-anak Adam, semua pasti pernah mengalami kesalahan dan dosa, baik kecil maupun besar, baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja. Dan sebaik-baik orang yang melakukan kesalahan adalah orang yang bertaubat.
Di mana makna taubat itu bukan sekedar kapok, akan tetapi mengandung rasa sesal yang mendalam di hati, lalu berhenti dari melakukan perbuatan itu, disertai dengan sumpah di dalam jiwa untuk tidak pernah lagi berniat melakukannya. Bila taubat itu diiringi dengan minta ampun kepada Allah SWT, lalu dilengkapi dengan menebus lewat perbuatan baik, insya Allah dosa-dosa itu akan dihapus Allah.
Sebenarnya bila orang berzina, hukumannya di dunia ini harus dicambuk 100 kali plus diasingkan ke luar dari tempat tinggalnya selama satu tahun. Bahkan bila pelaku zina itu orang yang sudah pernah menikah secara syar’i, hukumannya adalah hukuman mati dengan cara dirajam. Yaitu dilempari dengan batu hingga mati.
Buat orang-orang yang beriman dan bertaubat nashuha, hukuman rajam itu bila dijalankan dengan sepenuh kesadaran, serta diawali dengan taubat total kepada Allah, akan menjadi keuntungan tersendiri. Sebab begitu meninggal dirajam, dia malah akan segera dimasukkan Allah SWT ke dalam surga.
Dahulu di masa nabi SAW masih hidup, ada seorang wanita yang berzina, lalu dia berikrar bahwa dirinya telah berzina, serta meminta kepada Rasulullah SAW untuk dijalankan atasnya hukum rajam. Maka beliau SAW pun melaksanakannya. Pada saat jenazah wanita itu akan dimakamkan, beliau bersabda, Demi Allah, wanita ini sudah bertaubat dengan taubat yang cukup untuk 70 orang penduduk Madinah.
Namun hukum cambuk dan rajam ini mensyaratkan adanya sebuah mahkamah syar’iyah yang resmi dan diakui negara. Tanpa itu, sayang sekali hukum ini tidak memenuhi syarat untuk dijalankan. Dan tidak ada seorang pun yang berhak untuk melakukan hukum itu kepada Anda di negeri ini, sebab negeri ini memang tidak mengakui hukum Islam, bahkan tidak memberi kesempatan kepada hukum Islam untuk diterapkan. Walhasil, ribuan orang yang berzina tidak bisa diadili dan dieksekusi, meski mereka sendiri yang berikrar dan sadar serta minta dijalankan hukuman.
Status ‘Anak Zina’
Adapun status anak yang lahir karena hasil zina, secara nasab akan bersambung kepada ayah kandungnya, asalkan pasangan zina itu menikah setelah itu. Meski ketika menikah, sudah hamil beberapa bulan. Bahkan para ulama lainnya mengatakan bahwa meski anak itu sudah lahir, baru kemudian orang tua mereka menikah, maka nasabnya akan kembali tersambung kepada ayahnya. Hal ini sesuai dengan fatwa Ibnu Abbas ra. dalam kasus yang sama di masa lalu.
Di masa lalu seorang bertanya kepada Ibnu Abbas ra., ”Aku melakukan zina dengan seorang wanita, lalu aku diberikan rizki Allah dengan bertaubat. Setelah itu aku ingin menikahinya, namun orang-orang berkata , ”Seorang pezina tidak menikah kecuali dengan pezina juga atau dengan musyrik.” Lalu Ibnu Abbas berkata, ”Ayat itu bukan untuk kasus itu. Nikahilah dia, bila ada dosa maka aku yang menanggungnya.”
Anak itu sendiri sebenarnya tidak punya dosa dan kesalahan. Sebab dia lahir ke dunia ini bukan atas pilihannya. Sehingga tidak layak bila anak itu dihina atau dicemooh sebagai anak zina.
Maka solusi yang paling adil, manusiawi, serta juga dibenarkan syariah adalah dengan menikahkan pasangan zina itu. Semua demi kemaslahatan anak dan semua pihak.
Sementara itu pasangan zina itu harus bertaubat kepada Allah SWT atas segala dosa besar yang telah mereka lakukan. Mohon lah ampunan kepada Allah SWT dengan sebenar-benarnya. Jadilah orang yang pertama kali mendengar dan mengerjakan setiap perintah Allah SWT dalam semua kesempatan. Jadilah orang yang pertama kali meninggalkan larangan Allah SWT dalam semua kesempatan. Semoga Allah SWT Yang Maha Pengampun itu mendengar taubat hamba-Nya. Amien
wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc.
No comments:
Post a Comment