PENDAPAT
PAKAR TENTANG JAMU/HERBAL UNTUK TERNAK
Hasil Penelitian DESMAYATI ZAINUDDIN Balai Penelitian Ternak Jl. Veteran – III PO Box 221, Bogor 16002
”TANAMAN OBAT MENINGKATKAN EFISIENSI PAKAN
DAN KESEHATAN TERNAK UNGGAS”
ABSTRAK
Ramuan tanaman obat pada umumnya dikonsumsi oleh manusia untuk tujuan menjaga kesehatan atau sebagai pengobatan beberapa penyakit tertentu. Sejak krisis moneter yang terjadi di Indonesia sampai saat ini harga obat-obatan buatan pabrik (impor) sangat mahal, sehingga tidak terjangkau oleh para petani ternak, khususnya peternak dalam skala menengah ke bawah. Oleh karena itu peternak
1.
II. Menurut SRI SULANDRI , Peneliti dari Puslit Bioteknologi LIPI
JAKARTA – Ramuan obat tradisional dari bahan alami tumbuhan yang telah digunakan secara turuntemurun atau jamu, dilaporkan juga dapat menghindarkan unggas dari serangan virus flu burung (Avian Influenza/AI).
“Berdasarkan laporan
dari sejumlah peternak unggas, penggunaan secara rutin jamu berupa ramuan
seperti kunyit, bawang putih dan daun pepaya yang dicampurkan pada air minum
atau pakan ayam dan burung puyuh menghindarkan ternak tersebut dari AI,” kata
Peneliti dari Puslit Bioteknologi LIPI Sri Sulandri.
Dia menambahkan, bahan ramuan tanaman obat yang dipilih dari beberapa jenis seperti kunyit, langkuas, jahe, temulawak, atau kencur yang dibuat sesuai kepentingan dan fungsinya bisa menjadi ramuan yang biasa disebut jamu hewan. Jamu hewan bisa meningkatkan nafsu makan, menyehatka .”Dari riset yang diujicobakan, pertambahan bobot badan ayam lokal yang diberi buah mengkudu nyata lebih tinggi dibanding jika tidak,” katanya.(Sindo Sore//fit)
1. III. Menurut ,Dr drh CA Nidom MS, Pakar Flu Burung, dosen FKH Universitas Airlangga (Unair) Surabaya
Pakar Biomolekuler dari
Surabaya Dr drh CA Nidom MS menyatakan penyakit Flu Burung akibat virus avian
influenza (AI) dapat dicegah dan disembuhkan dengan pengobatan tradisional
melalui berbagai tanaman dan tumbuh-rumbuhan (herbal medicine) seperti
temulawak, kunyit, dan lidah buaya (aloe vera).
“Upaya pencegahan dan
penanggulangan virus flu burung sebetulnya relatif mudah dilakukan dan tidak
memerlukan penerapan teknologi yang tinggi seperti yang selama ini diperkirakan
masyarakat dan kalangan kedokteran,” kata dosen FKH Universitas Airlangga
(Unair) Surabaya itu, Minggu.
Dia yang juga aktif
pada penelitian Flu Burung Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) itu
menjelaskan struktur virus AI sebenarnya dapat rusak hanya dengan sabun
(deterjen).
“Virus AI sangat peka
dengan seluruh jenis disinfektan, termasuk bio-disinfektan, sehingga tidak
memerlukan terknologi tinggi untuk menghambat virus tersebut. Cukup dengan
pengobatan herbal, maka virus itu dapat hancur,” katanya.
“Menurut Ketua Asosiasi
Dokter Hewan Perunggasan Indonesia itu, di Indonesia sendiri saat ini tersedia
cukup banyak bahan herbal yang bisa digunakan menangkal menyebarnya virus flu
burung seperti lidah buaya, temulawak, dan kunyit.
“Temulawak dan kunyit
bisa dikonsumsi dalam bentuk minuman guna mencegah peningkatan konsentrasi
sitokin dalam tubuh akibat inveksi virus AI dengan sub tipe H5N1. Itu efektif,
mengingat kandungan curcuma yang ada pada keduanya berpotensi sebagai inhibitor
terhadap sintesis sitokin,” katanya.
Hal sama, katanya, juga
terdapat pada tanaman lidah buaya. “Lidah buaya memiliki kandungan emodin dan
scutellaria yang berfungsi sebagai antiviral. Bahan itu mampu menghancurkan
enzim yang terdapat pada virus flu burung,” katanya.
Namun, kata ahli
forensik dan DNA (Deoxyribo Nucleic Acid) itu, formulasi herbal medicine yang
tepat sampai saat ini masih menunggu para peneliti dari Fakultas Farmasi untuk
merumuskannya, sehingga dapat digunakan menanggulangi virus flu burung.
Ditanya tentang infeksi
flu burung pada manusia, ia menilai hal itu bersumber dari sektor peternakan,
karena itu penyelesaiannya harus bersifat terintegrasi dan terkoordinasi antar
instansi.
“Departemen Pertanian
sendiri sudah menetapkan sembilan langkah strategis guna menangani merebaknya
virus itu, diantaranya biosekuriti yang ketat, depoluasi, vaksinasi,
pengendalian lalu lintas, surveilians, penelusuran, dan public awareness
melalui restocking, stamping out di daerah yang baru tertular, serta monitoring
dan evaluasi,” katanya.
Selain itu, Departemen
Kesehatan juga sudah menetapkan langkah penanggunalan virus flu burung, antara
lain mencegah infeksi baru pada hewan/unggas, melindungi kelompok beresiko
tinggi dengan biosekuriti, strategi surveilans sebagaimana diterapkan Deptan
dan strategi komunikasi, informasi serta edukasi.
“Depkes juga
mengeluarkan strategi menajemen kasus dan pengendalian infeksi di sarana
kesehatan, peningkatan studi/penelitian kesehatan, dan menyatakan bahwa flu
burung merupakan Kejadian Luar Biasa (KLB) dalam skala nasional sehingga setiap
orang harus benar-benar waspada,” katanya. (*/erl)
1.
IV.
Menurut Ir Sumardi MSc, Peneliti dan dosen Fakultas Teknologi Pangan,
Universitas Katolik Soegijapranata, Semarang
Ditemukan, Jamu Jawa Penangkal Flu Burung
SEMARANG—Wabah flu burung (Avian Influenza) pernah meluluh-lantakkan peternak unggas (ayam dan burung puyuh) di Indonesia pada tahun 2003-2004. Sebanyak 16,23 juta unggas mati pada periode Agustus 2003-Juli 2004. Ribuan peternak besar dan kecil bangkrut gara-gara flu burung yang menyebar dari daratan Asia ke Indonesia.
Untuk
wilayah Jawa Tengah saja, kala itu ada 8,17 juta unggas yang mati sia-sia.
Virus itu ternyata masih saja muncul pada tahun 2005. Flu burung tetap menjadi
momok bagi peternak unggas. Tapi bangsa Indonesia masih beruntung. Di tengah
kebingungan dunia mencari penangkal penyebaran flu burung, ternyata ada warga
Indonesia yang berhasil menemukan jamu agar unggas kebal terhadap flu burung.
Penemu itu adalah Ir Sumardi MSc, produsen jamu ternak merek Pro_Aktif yang masih bekerja sebagai dosen Fakultas Teknologi Pangan, Universitas Katolik Soegijapranata, Semarang. ”Ini memang temuan tidak sengaja. Jamu sebagai penambah nafsu makan ternak agar cepat gemuk itu berupa campuran bubuk buah cabe jawa (Piper retrofractum Vahl), ekstrak rimpang temu lawak (Curcuma xanthorriza Roxb), ekstrak rimpang temu ireng (Curcuma aeruginosa Roxb), bubuk rimpang lempuyang wangi (Zingiber aromaticum, Val), madu lebah, gula tebu sebagai pengawet alamiah, dan air sebagai pelarut,” kata Sumardi di Semarang, Senin (29/8) pagi.
Penemu itu adalah Ir Sumardi MSc, produsen jamu ternak merek Pro_Aktif yang masih bekerja sebagai dosen Fakultas Teknologi Pangan, Universitas Katolik Soegijapranata, Semarang. ”Ini memang temuan tidak sengaja. Jamu sebagai penambah nafsu makan ternak agar cepat gemuk itu berupa campuran bubuk buah cabe jawa (Piper retrofractum Vahl), ekstrak rimpang temu lawak (Curcuma xanthorriza Roxb), ekstrak rimpang temu ireng (Curcuma aeruginosa Roxb), bubuk rimpang lempuyang wangi (Zingiber aromaticum, Val), madu lebah, gula tebu sebagai pengawet alamiah, dan air sebagai pelarut,” kata Sumardi di Semarang, Senin (29/8) pagi.
Hasil Bersaudara
Ia
menjelaskan, ekstrak temu ireng dan temu lawak efektif meningkatkan nafsu
makan, sehingga mempercepat pembesaran, serta memperpendek masa pemeliharaan
dan menghemat penggunaan pakan.
Temuan
ramuan itu adalah kerja sama dengan kakaknya bernama Edi Sutrisno, lulusan STM.
Mereka empat tahun silam beternak sapi dan kambing di Kecamatan Tayu, Kabupaten
Pati, Jawa Tengah. Upaya penggemukan sapi dan kambing itu ternyata bisa
diterapkan untuk ayam dan babi. Khusus pada ayam, dengan nafsu makan yang
tinggi ini, ayam dapat makan apa saja, termasuk bekatul dan jagung.
Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa pada peningkatan pakan 60 persen, berat ayam bisa mencapai 1,7–1,8 kg, apabila diberi pakan konsentrat 100 persen umur ayam hanya 27 hari.
Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa pada peningkatan pakan 60 persen, berat ayam bisa mencapai 1,7–1,8 kg, apabila diberi pakan konsentrat 100 persen umur ayam hanya 27 hari.
Sementara
bila konsentrat 50 persen dicampur dengan bekatul dan jagung 50 persen, untuk
bisa mencapai berat 1,8 kg memerlukan waktu 31 hari.
Sedangkan bila pakan konsentrat 25 persen dicampur bekatul dan jagung 50 persen, umur ayam harus 36 hari.
Sedangkan bila pakan konsentrat 25 persen dicampur bekatul dan jagung 50 persen, umur ayam harus 36 hari.
”Akan
tetapi jamu itu ternyata mengandung senyawa-senyawa yang dapat melemahkan virus
flu burung. Hasil Uji Serologi Balai Veteriner Wates, Yogyakarta, pada awal
Agustus 2005 menunjukkan virus yang melemah inilah yang membentuk antibodi pada
ayam, sehingga memiliki daya tahan yang tinggi.
Dari pengkajian lebih rinci ternyata ada beberapa senyawa dari keempat bahan jamu tersebut yang memiliki daya melemahkan flu burung,” kata Sumardi.
Dari pengkajian lebih rinci ternyata ada beberapa senyawa dari keempat bahan jamu tersebut yang memiliki daya melemahkan flu burung,” kata Sumardi.
Uji Coba
Pengujian
lapangan dimulai pada 24 Juli 2005, dengan DOC (anak ayam) umur 2 hari di
sebuah peternakan ayam di Jawa Timur dengan menggunakan empat perlakuan,
masing-masing 100 ekor ayam. Pertama dengan kontrol tanpa perlakuan Pro_Aktif
(tanpa jamu), kedua dengan pemberian dosis rendah, ketiga dosis sedang, keempat
dengan dosis tinggi.Pada umur empat hari ayam diberi perlakuan serangan flu
burung secara buatan, dengan cara menempatkan ayam mati di sekitar kandang.
Hasilnya, ayam kontrol (tanpa jamu) mati pada hari ke-5, dan pada hari ke-9
semua ayam kontrol sudah mati.Pada saat ayam berumur 22 hari, lima sampel dari
masing-masing ayam perlakuan (telah diberi jamu) dikirim ke Balai Veteriner
Yogyakarta untuk diuji Tantang dengan Virus Flu Burung. Hasilnya ternyata semua
ayam perlakuan itu lolos alias tidak terinveksi flu burung. Sebenarnya, jamu
buatan Sumardi itu bukan hanya untuk penggemukan ayam, namun juga untuk ternak
sapi, babi, dan kambing. ”Penelitian tentang jamu itu sudah saya lakukan sejak
empat tahun silam. Ketika ada flu burung mewabah, saya mencoba melakukan
penelitian sendiri dengan mendekatkan ayam yang terkena flu burung itu ke ternak
ayam yang sudah saya beri jamu. Ternyata hasilnya ayam yang sudah saya beri
jamu tidak tertular flu burung,” tuturya.
Kabar
itulah kemudian yang menjadikan Menteri Pertanian meminta agar temuan tersebut
diselidiki lebih teliti di Balai Veteriner Wates, Yogyakarta. Penelitian pun
dilakukan dengan membawa 12 ekor ayam usia 22 hari. Di sana setiap ayam diberi
4 juta virus flu burung. Ternyata ayam itu tidak mati.
”Yang
pasti, jamu ini bukan untuk manusia. Sejauh ini tetap untuk penggemukan hewan.
Jika kemudian bisa membuat kekebalan ternak terhadap flu burung, itu merupakan
hasil sampingan,” kata dosen ini.
setiap hari diberi larutan jamu hewan melalui air minum ternyata memberi respon positif terhadap pertumbuhan dan stamina ayam menjadi lebih baik (jarang sakit dan mortalitas rendah), lemak karkas sangat rendah, aroma daging dan telur tidak amis, warna kuning telur lebih oranye/skor diatas 7, serta bau kotoran ayam (ammonia) di sekitar kandang berkurang. Ternak ayam ras broiler, petelur maupun unggas lokal (ayam dan itik) yang diberi ramuan tanaman obat sebagai “feed additive” menunjukkan peningkatan terhadap efisiensi pakan dan kesehatan ternak
“Virus AI sangat peka dengan seluruh jenis disinfektan, termasuk bio-disinfektan, sehingga tidak memerlukan terknologi tinggi untuk menghambat virus tersebut. Cukup dengan pengobatan herbal, maka virus itu dapat hancur,” katanya.
“Menurut Ketua Asosiasi Dokter Hewan Perunggasan Indonesia itu, di Indonesia sendiri saat ini tersedia cukup banyak bahan herbal yang bisa digunakan menangkal menyebarnya virus flu burung seperti lidah buaya, temulawak, dan kunyit.
“Temulawak dan kunyit bisa dikonsumsi dalam bentuk minuman guna mencegah peningkatan konsentrasi sitokin dalam tubuh akibat inveksi virus AI dengan sub tipe H5N1. Itu efektif, mengingat kandungan curcuma yang ada pada keduanya berpotensi sebagai inhibitor terhadap sintesis sitokin,” katanya.
“Berdasarkan laporan dari sejumlah peternak unggas, penggunaan secara rutin jamu berupa ramuan seperti kunyit, bawang putih dan daun pepaya yang dicampurkan pada air minum atau pakan ayam dan burung puyuh menghindarkan ternak tersebut dari AI,” kata Peneliti dari Puslit Bioteknologi LIPI Sri Sulandri.
Dia
menambahkan, bahan ramuan tanaman obat yang dipilih dari beberapa jenis seperti
kunyit, langkuas, jahe, temulawak, atau kencur yang dibuat sesuai kepentingan
dan fungsinya bisa menjadi ramuan yang biasa disebut jamu hewan. Jamu hewan
bisa meningkatkan nafsu makan, menyehatka .”Dari riset yang diujicobakan,
pertambahan bobot badan ayam lokal yang diberi buah mengkudu nyata lebih tinggi
dibanding jika tidak,” katanya.(Sindo Sore//fit)
“Sebaik Apapun Yang
Kita Lakukan, PASTI ada yang Mencela, ABAIKAN!!!” AZS
No comments:
Post a Comment